Judul | PENERAPAN PIDANA MATI DI INDONESIA |
Edisi | |
ISBN/ISSN | |
Pengarang | HERU SUSENO 09100005 / HUKUM PIDANA - Personal Name |
Subyek/Subjek | Content type | Karya Ilmiah Mahasiswa/Skripsi |
Bahasa | Indonesia |
Penerbit | FH UNIVERSITAS IBA |
Tahun Terbit | 2013 |
Abstrak | ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Penerapan Pidana Mati di Indonesia” penulis mengangkat tentang. Pengaturan pidana mati di Indonesia serta Pelaksanaan praktek pidana mati di Indnesia. Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metode pendekatan secara yuridis (normatif) terutama ditujukan untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat teoritis: asas, konsepsi, doktrin hukum, serta isi kaedah hukum yang membahas tentang efektifitas penerapan hukuman mati di Indonesia. dilengkapi dengan empiris (sosiologis) guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan obyektif. Hasil penelitian dalam skripsi ini adalah : (pertama), pidana mati di Indonesia diatur dalam pasal 10 KUHP Indonesia merupakan salah satu Negara dari sekian banyak negara yang masih konsisten memberlakukan pidana mati dalam hukum nasionalnya. Dalam hukum positif Indonesia, kita mengenal adanya hukuman mati atau pidana mati. Diatur dalam KUHP Bab II mengenai Pidana, pasal 10 Pepres No 2 1964 yang diundangkan oleh UU No 2/PNPS/1964 JO UU No 5 Tahun 1969, Peraturan Presiden No 12 tahun 2010 tentang tata cara pelaksanaan pidana mati; (kedua) pelaksanaan pidana mati dilakukan sesuai prosedur yang berlaku pada peraturan tersebut, Apabila semua persiapan telah selesai dipersiapkan, maka Jaksa Tinggi/Jaksa memerintahkan untuk memulai pelaksanaan pidana mati. 1. Dengan segera para pengiring terpidana menjauhkan diri dari terpidana dan diletakkan di tempat pengeksekusian. 2. Dengan menggunakan pedangnya sebagai isyarat, Komandan Regu Penembak memberikan perintah supaya bersiap, kemudian dengan menggerakkan pedangnya ke atas ia memerintahkan regunya untuk membidik pada jantung terpidana dan dengan menyentakkan pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan perintah untuk menembak. 3. Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa dia belum mati, maka Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya pada kepala terpidana tepat di atas telinganya. 4. Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana dapat minta bantuan seorang dokter. Dengan demikian disarankan pengaturan pidana mati dikemudian hari harus diterapkan dengan penuh kehati – hatian dan selektip terhadap kasus – kasus yang ada dan Selanjutnya putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap terpidana mati dan Keputusan Presiden tentang penolakan permohonan grasi terpidana mati, harus segera dilaksanakan eksekusi, agar kepastian hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum benar-benar terwujud. |
Digital File | LOADING LIST... |
Kembali ke sebelumnya |